Mengupas Tuntas Jenis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata

Sumber: Pexels.com
Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata
Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar pihak.
Singkatnya, putusan hakim adalah keputusan akhir dari pengadilan untuk mengakhiri perselisihan antara para pihak yang bertikai.
Menurut Yahya Harahap, putusan pengadilan perdata dapat dilihat dari tiga kacamata utama:
- Berdasarkan kehadiran para pihak.
- Berdasarkan saat penjatuhannya.
- Berdasarkan sifat atau isinya.
Putusan Berdasarkan Kehadiran Para Pihak
Pada umumnya dalam suatu perkara dalam pengadilan, terutama dalam perkara perdata, para pihak harus hadir dalam proses persidangan atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
Putusan berdasarkan kehadiran para pihak dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Putusan Gugatan Gugur
Bentuk putusan ini diatur dalam Pasal 124 HIR.
Apabila penggugat tidak hadir atau tidak mengutus wakilnya meskipun sudah dipanggil dengan patut, maka gugatannya dianggap gugur dan ia dihukum membayar biaya perkara.
Namun, hakim dapat memerintahkan sidang tetap dilanjutkan dengan memanggil kembali penggugat jika ada alasan tertentu.
2. Putusan Verstek
Bentuk putusan ini diatur dalam Pasal 125–129 HIR.
Putusan ini dijatuhkan apabila tergugat dalam suatu perkara telah dipanggil oleh pengadilan dengan patut, namun tidak menghadiri panggilan tersebut.
Hakim berwenang menjatuhkan putusan verstek apabila tergugat pada sidang pertama tidak menghadiri panggilan tanpa alasan yang sah.
Tindakan tergugat tidak menghadiri panggilan tersebut dianggap oleh pengadilan telah mengakui dalil gugatan dari penggugat sepenuhnya.
3. Putusan Contradictoir
Putusan contradictioir dijatuhkan setelah tergugat (atau salah satu dari mereka) awalnya datang ke sidang, tetapi kemudian menghilang dan tidak pernah hadir lagi di persidangan berikutnya, meskipun sudah dipanggil secara resmi oleh pengadilan.
Putusan contradictioir hampir memiliki kesamaan dengan putusan verstek.
Perbedaannya, putusan contradictioir diberikan kepada pihak tergugat yang sempat hadir memenuhi panggilan sidang, namun dalam sidang berikutnya tidak pernah hadir lagi.
Sedangkan putusan verstek, tergugat tidak pernah memenuhi panggilan sidang sama sekali.
Putusan Berdasarkan Saat Penjatuhannya
Ditinjau berdasarkan saat penjatuhannya, terdapat dua putusan hakim, yaitu putusan sela dan putusan akhir.
1. Putusan Sela
Putusan sela dijatuhkan sebelum putusan akhir.
Tujuannya adalah untuk memperlancar jalannya pemeriksaan atau memutus insiden yang terjadi selama proses sidang.
2. Putusan Akhir
Putusan akhir merupakan hasil puncak dari seluruh proses persidangan.
Ini merupakan tindakan penutup yang dilakukan oleh hakim untuk menyelesaikan secara tuntas sengketa utama di antara pihak-pihak yang berperkara.
Singkatnya, ini adalah keputusan final yang mengakhiri proses persidangan.
Putusan Berdasarkan Sifatnya
Terdapat tiga jenis putusan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Putusan Deklarator
Putusan deklarator berfungsi sebagai penegasan atau pernyataan resmi mengenai suatu status atau hak.
Melalui putusan ini, hakim hanya menjelaskan atau menetapkan secara hukum suatu keadaan yang sudah ada, tanpa ada perintah untuk menghukum pihak mana pun.
Intinya, putusan ini hanya mengumumkan kejelasan status atau kepemilikan.
Contoh: putusan yang menyatakan bahwa seseorang adalah ahli waris yang sah, atau menyatakan bahwa sebuah akta jual-beli adalah sah.
Tidak ada perintah untuk melakukan sesuatu, hanya penetapan status.
2. Putusan Konstitutif
Putusan konstitutif merupakan bentuk putusan hakim yang secara langsung menciptakan atau menghapus suatu status hukum dalam suatu perkara perdata.
Putusan ini berfungsi sebagai pencipta keadaan hukum baru.
Contoh: putusan yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu sah atau batal, atau putusan perceraian yang menghapus status suami dan istri.
3. Putusan Kondemnator
Putusan kondemnator berisi perintah atau hukuman bagi pihak yang kalah dalam perkara perdata.
Putusan ini wajib dilaksanakan, misalnya menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi atau menyerahkan aset.
Menurut Yahya Harahap, putusan kondemnator ini biasanya bertindak sebagai “pelengkap” atau “tambahan” dari putusan deklarator atau konstitutif, karena putusan deklaratif atau konstitutif tersebutlah yang menjadi dasar mengapa seseorang harus dihukum.
Sumber Bacaan
- Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
- Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2013.
Hafid Nafi Rozzaki
Mahasiswa Magister Hukum Undip, yang suka nulis materi hukum