Upaya Hukum Saat Terjadi Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia

Sumber: Pinterest
Isu Lingkungan Hidup dan Penyelesaiannya di Indonesia
Isu lingkungan hidup kerap kali menjadi permasalahan di Indonesia. Seperti halnya perubahan iklim, tercemarnya sumber air, kerusakan hutan, dan masih banyak lagi. Saat ini pemerintah Indonesia sedang gencar melaksanakan pembangunan dan industrialisasi, baik sebagai bentuk Proyek Strategis Nasional maupun kepentingan umum. Namun, pembangunan yang dilaksanakan tidak sedikit menimbulkan masalah, terutama masalah lingkungan hidup.
Karena itu, masyarakat perlu memahami tindakan hukum yang dapat diambil apabila terjadi sengketa lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian.
Tata Cara Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 25, dijelaskan bahwa sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
Menurut Pasal 85 ayat (1) jo. Pasal 87 ayat (1) UU 32/2009, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua cara:
- Melalui Pengadilan (Litigasi)
- Di Luar Pengadilan (Non-Litigasi)
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan dengan menggunakan jasa mediator dan/atau arbiter, untuk mencapai kesepakatan para pihak.
Bentuk kesepakatan tersebut dapat meliputi:
- Ganti kerugian atas dampak lingkungan hidup
- Tindakan pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup
- Tindakan tertentu sebagai jaminan untuk tidak mengulangi kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup
- Tindakan pencegahan atas timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup
⚠️ Catatan:
Penyelesaian di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.
Apabila setelah pelaksanaan penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Gugatan tersebut dapat berupa:
- Gugatan perwakilan kelompok (Class Action)
- Hak gugat organisasi lingkungan hidup (misalnya Greenpeace)
- Hak gugat pemerintah
Tanggung Jawab Hukum atas Permasalahan Lingkungan Hidup
Tanggung jawab hukum atas permasalahan lingkungan hidup dapat meliputi tanggung jawab perdata, pidana, dan administratif.
1. Tanggung Jawab Perdata
Pasal 87 UU 32/2009 menyebutkan bahwa pihak yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mencemari atau merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, wajib membayar ganti kerugian dan/atau melakukan perbaikan.
Selain itu, Pasal 88 UU 32/2009 menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), yaitu pihak pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan, terutama bagi kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, atau mengelola limbah B3 dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.
2. Tanggung Jawab Pidana
Setiap individu atau pihak yang menyebabkan kerusakan pada lingkungan dapat dikenai hukuman penjara atau denda.
Dalam UU 32/2009, tanggung jawab pidana tidak hanya berlaku untuk orang perseorangan, tetapi juga badan hukum atau perusahaan.
Apabila tindak pidana dilakukan oleh perusahaan, maka orang yang memberikan perintah maupun yang memimpin tindakan tersebut dapat dituntut secara pidana.
3. Tanggung Jawab Administratif
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam menjalankan usahanya dapat dikenai sanksi administratif oleh menteri atau kepala daerah, berupa:
- Teguran tertulis
- Tindakan paksaan pemerintah (misalnya pembongkaran atau penghentian sementara kegiatan produksi)
- Denda administratif
Contoh Kasus Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia
Salah satu contoh kasus sengketa lingkungan hidup adalah gugatan perwakilan kelompok (Class Action) dari 185 warga Sukoharjo terhadap PT Rayon Utama Makmur (PT RUM) atas pencemaran lingkungan yang terjadi sejak tahun 2017 hingga 2023.
PT RUM dianggap menyebabkan pencemaran udara dari proses produksinya, seperti mengeluarkan bau tidak sedap yang mengganggu aktivitas masyarakat setempat. Selain itu, limbah hasil produksinya juga mencemari Sungai Bengawan Solo.
Sumber kasus: LBH Semarang
Hafid Nafi Rozzaki
Hafid adalah Mahasiswa aktif Magister Hukum Universitas Diponegoro